weronikatalaj

Weronika Talaj Talaj itibaren Comuna Arieșeni itibaren Comuna Arieșeni

Okuyucu Weronika Talaj Talaj itibaren Comuna Arieșeni

Weronika Talaj Talaj itibaren Comuna Arieșeni

weronikatalaj

Ketika saya membaca buku ini, saya sudah bertekad untuk membacanya secara jernih, bebas dari prasangka. Tapi sejak bab-bab awal pun, saya tahu bahwa saya tidak akan sepenuhnya berhasil. Saya berusaha untuk membaca buku ini layaknya membaca novel lain, tapi ketika habis halaman prolog, simpati saya terhadap buku ini nyaris tersisa sedikit. Bagaimanapun sulit melepas prasangka dalam membaca sebuah buku jika si penulisnya sendiri memiliki prasangka dalam menulis bukunya. Seperti halnya buku “The Satanic Verses”-nya Rushdie, buku The Jewel of Medina (TJoM) adalah novel-novel yang tidak akan pernah mampir untuk bisa diterbitkan di Indonesia. Pertama kali diterbitkan tepat semingu setelah Lebaran 2008, saya pertama kali membaca ulasannya di sebuah koran di mana aksi protes menentang peluncuran buku ini merebak luas di berbagai Negara sampai ada aksi penyerangan toko buku yang menjualnya. Jelas, jika menggunakan jalur legal, saya tidak bisa membaca buku ini. Beruntung, ada teman yang mendapat softcopy hasil donlotan internet dan dia print. Saya yang penasaran, langsung saja membaca buku ini dengan catatan dia meminta saya membuatkan review-nya karena dia agak malas membaca bahasa Inggrisnya, dan saya membuat reviewnya dalam bahasa Inggris :D Secara garis besar, buku ini menceritakan kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad SAW dari sudut pandang istri beliau yang paling muda, Aisyah r.a. Seperti halnya rumah tangga yang lainnya, kehidupan rumah tangga Sang Nabi pun memiliki problematika dan lika-liku tersendiri. Temanya sebenarnya menarik. Tapi, ketika disajikan secara tidak berimbang dan sedikit bumbu hiperbolis yang jatuh pada kategori pelecehan, masalahnya menjadi lain. Apalagi menyangkut seorang tokoh suci yang diimani oleh milyaran orang. Well, buku ini, langsung dibuka dengan prolog yang provokatif. Cerita diawali dengan kepulangan Aisyah yang telat dan terpisah dari rombongan. Sebagaimana yang diketahui, dikisahkan bahwa setelah pulang dari salah satu peperangan, Aisyah pulang terpisah dari rombongan karena mencari kalungnya yang hilang terlebih dahulu, dan ternyata beliau diantar oleh seorang sahabat yang bernama Shafwan bin al-Mua’attal. Ternyata kedatangan Aisyah beserta pengantarnya itu menimbulkan desas-desus bahwa Aisyah telah melakukan penyelewengan, dan dari percikan api kisah inilah TJoM mulai membara. Secara provokatif Sherry Jones, sang pengarang, menulis bahwa Aisyah menjadi korban penderitaan fitnah dimana tidak ada satu pun orang yang mau membelanya. Bahkan sang suami (Nabi SAW) tidak mau membelanya karena termakan hasutan para sahabatnya. Yang bikin saya gerah, Jones bahkan menulis bahwa para sahabat itu adalah seorang ‘pembenci’ perempuan. Misalnya tentang sahabat mulia Umar bin Khattab. Jones menulisnya sebagai He was Muhammad's advisor and friend, but no friend to women. Ok, Umar memang sebelum memeluk Islam pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup. Tapi itu dulu. Sebelum dia bertaubat dan memang tuntutan budaya Arab purba pada masanya untuk membenci bayi perempuan. Setelah dia memeluk Islam, dia bahkan menangis tiap hari menyesali perbuatannya terdahulu. Bahkan diriwayatkan dia menjadi seorang pembela kaum perempuan, bagaimana dia membela kepentingan seorang nenek dengan mengorbankan kepentingan dirinya sendiri. Jadi Jones telah keliru. Korban kedua kekeliruan Jones adalah sahabat pilihan Nabi yang lain, Ali bin Abu Thalib ra. Jones menggambarkan Ali sebagai A man’s hand flung open the door to my apartment. His silver ring flashed like a sword’s blade: Ali, related to Muhammad in three ways -- cousin, foster-son and son-in-law -- yet bitterly jealous of his love for me. Jones menggambarkan Ali sebagai pencemburu. Beliau cemburu karena dengan kehadiran Aisyah, Ali tidak lagi menjadi sahabat terkasih. Karenanya, ketika terjadi skandal itu, Ali paling provokatif dalam menghasut Nabi. Bahkan Ali-lah yang pertama kali menyarankan agar Sang Nabi menceraikan Aisyah. Kata Jones. Bagi kita yang sudah membaca riwayat Ali ra, tentu saja tulisan Jones ini terasa janggal dan ‘menyengat’. Bagaimana bisa, Ali, sang sahabat utama yang terkenal bijak dan cerdas berani melontarkan ide seperti itu tanpa diselidiki terlebih dahulu. Bukankah karena kebijakannya, Sang Nabi sendiri bahkan menjuluki Ali sebagai “Pintu Hikmah”. Sekali lagi Jones keliru. Memang, kisah yang diceritakan Jones benar-benar terjadi. Kedatangan Aisyah beserta seorang laki-laki yang bukan muhrimnya menimbulkan desas-desus buruk tentangnya. Bahkan diriwayatkan Nabi sampai tidak mau berkomentar terhadap isu miring tersebut mengingat dia sendiri tidak memiliki bukti untuk menyangkal atau membenarkan. Ayah Aisyah, sahabat utama Nabi yang lain, Abu Bakar ra, bahkan sampai menangis dan mengancam akan menyerang siapapun yang menyebarkan gosip jahat tersebut. Di lain pihak, beliau, karena malu kepada Nabi, meminta Aisyah untuk sementara tinggal dulu di rumahnya sampai gosip mereda. Desas-desus ini akhirnya mereda, setelah Allah sendiri yang membela Aisyah dengan turunnya wahyu yang tercantum dalam QS 24 : 11-19. Dan sejak itu gosip tersebut mereda dan dianggap sebagai gosip murahan yang palsu. Jadi bukan Nabi yang mengusir Aisyah. Entah mengapa, Jones memutar fakta itu semua. Saya bingung, buku/sumber apa yang digunakan Jones sehingga dia bisa bertutur cerita dengan keliru (padahal dia mengklaim bahwa ceritanya berdasarkan karya klasik tentang Nabi, padahal tidak ada satupun seperti yang diklaim Jones). Berikut beberapa kekeliruan Jones dalam mengutip beberapa fakta yang dia tampilkan dalam bukunya,  Jones menggambarkan para sahabat nabi sebagai biang gosip! Bahkan ditulis kalau salah seorang perempuan (Ummu Ayman) digambarkan sebagai the town gossip. Padahal pada kenyataanya, tidak ada satupun sahabat yang memfitnah Aisyah telah melakukan penyelewengan. Yang menyebarkan gosip tidak sedap itu sebenarnya adalah orang kafir musuh Nabi yang memanfaatkan fitnah tersebut untuk menjatuhkan beliau. Adapun sikap para sahabat adalah diam. Karena mereka memang tidak memiliki bukti untuk menyangkal atau membenarkan. Bukankah justru sikap ini patut diteladani? Kita tidak boleh membela/menyangkal sesuatu sebelum dicek kebenarannya. Kita harus bersikap objektif pada semua orang (bahkan istri Nabi!). Jadi tidak ada yang bergosip!  Sebagaimana disebutkan di atas, Jones menggambarkan para sahabat laki-laki sebagi pembenci wanita. Padahal seperti yang dijelaskan, tidak seperti itu kenyataanya. Ali bukanlah seorang pembenci Aisyah. Ketika masa pemerintahan Ali, Aisyah melakukan ‘pemberontakan’ terhadap pemerintahan karena menganggap seharusnya yang memerintah adalah kalangan terdekat Rasul. Ali berhasil memadamkan pemberontakan dengan cara damai. Aisyah sama sekali tidak ditahan apalagi dicederai. Bahkan beliau diperlakukan hormat, bahkan Ali sendiri yang menjenguk dan melayani Aisyah. Apakah ini sikap yang akan ditunjukkan oleh seseorang yang benci?  Jones menulis bahwa tidak ada satu pun orang yang mempercayai kisah pembelaan Aisyah bahkan hingga beberapa abad kemudian! Padahal kenyataanya tidak seperti itu. Ketika pembelaan dari Allah turun, sejak itu pula sikap kaum muslim pada Aisyah kembali seperti sediakala. Tidak ada yang membenci Aisyah.  Jones mengklaim bahwa Shafwan sebenarnya adalah cinta sejati Aisyah, lebih jauh dia mengklaim bahwa sebenarnya Shafwan telah bertunangan dengan Aisyah, jauh sebelum Aisyah menikah dengan Nabi. Well, ini membuat saya terhenyak, mau tidak mau saya harus mengobrak-abrik kembali buku shirah/kisah tentang Nabi Muhammad bahkan Shirah paling otentik, Shirah Ibn Ishaq yang tebelnya minta ampun. Dan ternyata, benar kalau Aisyah memang bertunangan sebelum menikahi Nabi. Tapi bukan Shafwan seperti klaim Jones. Tunangannya bernama Jober Ibn Al Moteam Ibn Oday. Dan percaya atau tidak, pertunangan mereka terjadi saat masih bayi. Jadi bagaimana bisa itu disebut sebagai true love?  Jones menulis kalau Muhammad SAW berkata, “I have loved her since she sprang from her mother’s womb. I have played dolls with her and her friends. I have drunk from the same bowl with her.” Indikasi pernyataan ini jelas. Muhammad SAW sudah ‘mengintai’ Aisyah bahkan sejak bayi! Tak perlu menjadi seorang filsuf hebat untuk bisa mengambil kesimpulan bahwa indikasi logis pernyataan ini adalah Muhammad seorang pedofil! Untuk kesekian kalinya Jones kembali keliru. Mungkin bukan tempatnya disini untuk membahas usia pernikahan Aisyah (silakan googling atau tanya Ustadz yang lebih kompeten), yang jelas, sang Nabi menikahi Aisyah bukan karena kehendak pribadinya, tetapi atas saran seorang sahabat bernama Kholeah Bint Hakim dan atas persetujuan Abu Bakar sendiri. Jadi tidak ada kasus pedofil di sini.  Dan masih banyak lagi kekeliruan Jones yang jika dibahas bisa mencapai berlembar-lembar. Sebenarnya saya tidak memiliki masalah terhadap suatu karya fiksi yang menceritakan seorang tokoh, tapi saya memiliki masalah jika tokoh tersebut adalah seorang sosok suci! ada hal lain yang mesti dipertimbangkan dalam penggambaran sosok seorang yang suci. Bahkan saya suka jengkel bahkan jika sosok suci yang diperolok itu ‘lintas keyakinan’. Makanya saya sebel minta ampun saat menonton film “Jesus the Superstar” yang secara blak-blakan melecehkan tokoh panutan iman banyak orang. Dan dibuku TJoM, Jones telah melakukan yang menurut angapan saya berupa ‘pelecehan’ karakter. Misalnya, dia menulis : “Summoned to meet the prophet, A’isha hesitates, closing her eyes and taking a deep breath: “My future awaited on the other side - a fate chosen by others, as though I were a sheep or a goat fatted for this day.” Her mother pulls the curtain away: “What are you waiting for? Ramadan?” Atau “No more fighting with sticks,” Muhammad tells her, in a bedroom filled with wooden soldiers, dolls, a jump rope and a sword. “I will teach you how to use the real thing.” As the prophet’s eyes changed, “as if catching flame,” the little girl waited for “the scuttling hands, the stinging tail…” Apa yang Anda akan pikirkan saat Aisyah (menurut Jones) menuturkan kehidupan pribadi suami-istri seperti ini? "This was the beginning of something new, something terrible. Soon I would be lying on my bed beneath him, squashed like a scarab beetle, flailing and sobbing while he slammed himself against me. He would not want to hurt me, but how could he help it? It's always painful the first time." Dan masih banyak lagi ke’lebay’-an Jones dalam menulis buku ini. Tak heran jika buku ini sedemikian ditentang keras oleh umat Islam seluruh dunia. Ok, Muhammad SAW adalah sosok suci, tapi tidak sakral. Beliau memang dimaksumsehingga terhindar dari dosa, tapi sebagai manusia biasa beliau kadang keliru. Tapi kekhilafannya bersifat khata atau khilaf yang manusiawi mengingat beliau juga manusia biasa. Tapi beliau sama sekali tidak bathil alias ceroboh sehinnga melakukan perbuatan jahat. (secara bahasa khata adalah dosa manusiawi yang tidak disengaja dan dimaafkan. Sedangkan bathil adalah dosa disengaja yang tak termaafkan. Contohnya khata adalah jika ada seorang laki-laki karena dia kebelet ingin pipis, begitu melihat ada toilet, dia langsung masuk aza. Ketika udah di luar, dia membaca kalau ternyata toilet itu toilet perempuan. Contoh bathil adalah jika laki-laki itu tau kalua toilet itu toilet perempuan tapi dia maksa ingin masuk karena ingin mengintip misalnya) Dan, di novel TJoM ini saya merasa Jones, menampilkan sosok Nabi yang bathil seperti itu. Penggambaran masalah suami istri pun terlalu blak-blakan sehingga mendekati vulgar. Sesuatu yang tidak layak ditampilkan dalam visualisasi seorang yang suci. Makanya tak heran jika buku ini dicerca banyak kalangan. Ketika ingin menggambarkan sosok seorang suci, kita mesti berlandaskan atas bukti sahih riwayat tokoh tersebut, bukan asal comot begitu saja, bebas sesuai ambisi dan imajinasi pribadi semata sehingga jatuh ke kategori pelecehan. Yah, gimanapun TJoM adalah buku yang menyadarkan saya kembali bahwa betapa saya masih miskin akan pengetahuan saya mengenai sosok Nabi SAW. Karena, selama membaca TJoM, saya dipaksa untuk melakukan cross check terhadap kisah aslinya apakah benar yang ditulis Jones. Kita memang tidak boleh berhenti untuk belajar. Tapi, tentu saja sikap kita terhadap buku ini tidak boleh sinis dan menentangnya dengan kekerasan. Bebaskan semua prasangka dan sentimen negatif. Jika ada yang menjelek-jelekan sesuatu, kita mesti membuktikan bahwa hal itu tidak sejelek yang dituduhkan. However, The Prophet is one of the greatest names in history. He is too great to be affected by the ugly cartoons or a bit-novel. To quote Lawrence of Arabia, “it is time for us to stop acting like a small people, a silly people, and start living up to our duties before history and mankind.” PS : maaf jika berbau SARA atau flaming ini murni pendapat pribadi, okeh? :D

weronikatalaj

An interesting twist on the fairy tales, and point of view takes on a new meaning when written reverso!